Sabtu, 30 Januari 2010

Berkorban Untuk anak sebelum menjadi Kurban

Mendidik anak adalah sebuah kewajiban yang tidak sederhana, bukan saja biaya, waktu namun juga kesabaran dan ilmu yang memadai.
"Anak adalah anakb Zamannya maka didiklah karena ia akan hidup di zamannya"
Sebuah ungkapan yang luar biasa memberikan prediksi masa depan. Betapa tidak apa yang terjadi saat kita kecil , remaja, masa sekolah sangatlah berbeda dengan apa terjadi saati ini dan akan berbeda pula 20 puluh tahun yang akan datang.
Dua belas tahun sekolah SD sampai dengan SMA hampir tidak ada anggaran khusus untuk jajan, jangankan untuk ituguna membayar SPP saja harus berdagang beragam hasil pertanian berangkat jam 3 pagi sambil berangkat sekolah. Saat ini anak saat mau berangkat sekolah bukan hanya transport tapi juga uang jajan mesti cukup. Ya memang berbeda.
Pada masa itu bukan hanya orang tua yang harus berkorban, saya juga sudah harus berani berkorban malu, capek atau menahan lapar karena tidak berbekal, korban hampir sebagian besar waktu untuk pekerjaan orang tua.
Saat ini menjadi orang tua ternyata harus lebih banyak berkorban, buakn hanya kerja keras agar terpenuhi kebutuhan , tapi juga tenggang rasa dan memahami bahwa dunia anak sekarang berbeda.
Maka orang tua harus siap berkorban untuk anak sebelum menjadi korban akibat kesalahan lingkunagn dan pendidikan.
Yang terbaik kita persipakan dengan pendidikan yang SYAMIL sesui dengan syariah, tidak mudah memang
tapi telah di jamin sampai akhiru zaman.
Wallohu alam

Selasa, 26 Januari 2010

Menyambut Kelahiran Anak

Diantara waktu yang membahagiakan dan saat mencemaskan adalah saat saat menunggu si buah hati lahir di muka bumi. Hati berdebar saat mendengar tangisan sang bayi Mungil.

Pertama sekali sebagai rasa syukur dengan menyebut kebesaran Allah sekaligus memperkenalkan pada anak sejak dini dengan mengadzankan dan mengiqamahkan di telinga  kanan dan kiri, di anjurkan di bacakan ayatul kursi, Alfatihah, annas, alfalah dan al ikhlas.
Kedua : Melaksanakan Aqiqah

Aqiqah dalam istilah agama adalah sembelihan untuk anak yang baru lahir sebagai

bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dengan niat dan syarat‐syarat tertentu. Oleh

sebagian ulama ia disebut dengan nasikah atau dzabihah (sembelihan).

Hukum aqiqah itu sendiri menurut kalangan Syafii dan Hambali adalah sunnah

muakkadah. Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan Hambali dengan

mengatakannya sebagai sesuatu yang sunnah muakkadah adalah hadist Nabi SAW. Yang

berbunyi, "Anak tergadai dengan aqiqahnya. Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh

(dari kelahirannya)". (HR al‐Tirmidzi, Hasan Shahih)

Makna Aqiqah

Kata Aqiqah berasal dari kata Al‐Aqqu yang berarti memotong (Al‐Qoth'u). Al‐Ashmu'i

berpendapat: Aqiqah asalnya adalah rambut di kepala anak yang baru lahir. Kambing

yang dipotong disebut aqiqah karena rambut anak tersebut dipotong ketika kambing itu

disembelih.

Dalam pelaksanaan aqiqah disunahkan untuk memotong dua ekor kambing yang

seimbang untuk anak laki‐laki dan satu ekor untuk anak perempuan.

Dari Ummi Kurz Al‐Kabiyyah Ra, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:

"Bagi anak laki‐laki dua ekor kambing yang sama, sedangkan bagi anak perempuan satu

ekor kambing". (HR. Tirmidzy dan Ahmad)

Aqiqah Yang Sesuai Dengan Sunnah

Pelaksanaan aqiqah menurut kesepakatan para ulama adalah hari ketujuh dari

kelahiran. Hal ini berdasarkan hadits Samirah di mana Nabi SAW bersabda, "Seorang

anak terikat dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan aqiqah pada hari ketujuh dan diberi

nama". (HR. al‐Tirmidzi).

Namun demikian, apabila terlewat dan tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh, ia bisa

dilaksanakan pada hari ke‐14. Dan jika tidak juga, maka pada hari ke‐21 atau kapan saja

ia mampu. Imam Malik berkata : Pada dzohirnya bahwa keterikatannya pada hari ke 7

(tujuh) atas dasar anjuran, maka sekiranya menyembelih pada hari ke 4 (empat) ke 8

(delapan), ke 10 (sepuluh) atau setelahnya Aqiqah itu telah cukup. Karena prinsip ajaran

Islam adalah memudahkan bukan menyulitkan sebagaimana firman Allah SWT : "Allah

menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu". (QS.Al

Baqarah:185)

Daging Aqiqah Lebih Baik Mentah Atau Dimasak

Dianjurkan agar dagingnya diberikan dalam kondisi sudah dimasak. Hadits Aisyah ra.,

"Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki‐laki dan satu ekor kambing untuk anak

perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya),

dan disedekahkan pada hari ketujuh". (HR al‐Bayhaqi)

Daging aqiqah diberikan kepada tetangga dan fakir miskin juga bisa diberikan kepada

orang non‐muslim. Apalagi jika hal itu dimaksudkan untuk menarik simpatinya dan

dalam rangka dakwah. Dalilnya adalah firman Allah, "Mereka memberi makan orang

miskin, anak yatim, dan tawanan, dengan perasaan senang". (QS. Al‐Insan : 8). Menurut

Ibn Qud_mah, tawanan pada saat itu adalah orang‐orang kafir. Namun demikian,

keluarga juga boleh memakan sebagiannya.

Siapakah yang layak menerima daging sembelihan aqiqah ?

Mereka yang paling layak menerima sedekah adalah orang fakir dan miskin dari

kalangan umat Islam, begitu juga dengan aqiqah, mereka yang paling layak menerima

adalah orang miskin dikalangan umat Islam. Walaubagaimanapun berdasarkan beberapa

buah hadis dan amalan Rasulullah dan sahabat kita disunatkan juga memakan

sebahagian daripada daging tersebut, bersedekah sebahagian dan menghadiahkan

sebahagian lagi. Apa yang membezakan aqiqah dan korban ialah kita disunatkan

memberikan sebahagian kaki kambing aqiqah tersebut kepada bidan yang menyambut

kelahiran tersebut. Wallahu'alam

Jumlah Hewan Aqiqah

Bayi laki‐laki disunnahkan untuk disembelihkan dua ekor kambing dan bayi wanita cukup

satu ekor kambing saja. Dari Ammi Karz Al‐Ka'biyah berkata bahwa saya mendengar

Rasulullah SAW bersabda, "Untuk bayi laki‐laki disembelihkan dua ekor kambing yang

setara dan buat bayi wanita satu ekor kambing".

Namun bila tidak memungkinkan, maka boleh saja satu ekor untuk bayi laki‐laki, karena

Rasulullah SAW pun hanya menyembelih satu ekor untuk cucunya Hasan dan Husein.

"Adalah Rasulullah SAW menyembelih hewan aqiqah untuk Hasan dan Husein masingmasing

satu ekor kambing ?". (HR Ashabus Sunan)

Aqiqah haruskah hewan jantan?

Baik dalam aqiqah maupun udhiyah (kurban) tidak ada persyaratan bahwa hewannya

harus jantan atau betina. Keduanya bisa dijadikan sebagai hewan aqiqah atau kurban.

Akan tetapi yang lebih diutamakan adalah hewan jantan agar kelangsungan reproduksi

hewan tersebut tetap terjaga.

Hukum Aqiqah Dilaksanakan Dilain Negara/Kota

Tidak ada batasan yang mengharuskan agar pelaksanaan aqiqah dilakukan di

negeri/kota/kampung tempat kelahiran anak. Karena itu, Anda bisa melakukan di mana

saja sesuai dengan kemaslahatan yang ada.

Hukum memakan daging aqiqah

Daging selain disedekahkan juga bisa dimakan oleh keluarga yang melakukan aqiqah. Hal

ini berdasarkan hadits Aisyah ra., "Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki‐laki dan

satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya.

Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh". (HR al‐Bayhaqi).

Wallahu a'lam bish‐shawab.

Hukum Aqiqah Setelah Dewasa/Berkeluarga

Pada dasarnya aqiqah disyariatkan untuk dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahiran.

Jika tidak bisa, maka pada hari keempat belas. Dan jika tidak bisa pula, maka pada hari

kedua puluh satu. Selain itu, pelaksanaan aqiqah menjadi beban ayah.

Namun demikian, jika ternyata ketika kecil ia belum diaqiqahi, ia bisa melakukan aqiqah

sendiri di saat dewasa. Satu ketika al‐Maimuni bertanya kepada Imam Ahmad, "ada

orang yang belum diaqiqahi apakah ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?"

Imam Ahmad menjawab, "Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih

baik melakukannya sendiri saat dewasa. Aku tidak menganggapnya makruh".

Para pengikut Imam Syafi'i juga berpendapat demikian. Menurut mereka, anak‐anak

yang sudah dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang tuanya, dianjurkan baginya untuk

melakukan aqiqah sendiri.

Hewan Untuk Aqiqah

Masalah kambing yang layak untuk dijadian sembelihan aqiqah adalah kambing yang

sehat, baik, tidak ada cacatnya. Semakin besar dan gemuk tentu semakin baik.

Sedangkan masalah harus menyentuhkan anak kepada kambing yang akan disembelih

untuk aqiqahnya, jelas tidak ada dasarnya. Barangkali hanya sebuah kebiasaan saja.

Pemberian Nama Anak

Tidak diragukan lagi bahwa ada kaitan antara arti sebuah nama dengan yang diberi

nama. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya sejumlah nash syari yang menyatakan hal

tersebut.

Dari Abu Hurairoh Ra, Nabi SAW bersabda: "Kemudian Aslam semoga Allah

menyelamatkannya dan Ghifar semoga Allah mengampuninya". (HR. Bukhori 3323, 3324

dan Muslim 617)

Ibnu Al‐Qoyyim berkata: "Barangsiapa yang memperhatikan sunah, ia akan

mendapatkan bahwa makna‐makna yang terkandung dalam nama berkaitan dengannya

sehingga seolah‐olah makna‐makna tersebut diambil darinya dan seolah‐olah namanama

tersebut diambil dari makna‐maknanya". Dan jika anda ingin mengetahui

pengaruh nama‐nama terhadap yang diberi nama (Al‐musamma) maka perhatikanlah

hadits di bawah ini:

Dari Said bin Musayyib dari bapaknya dari kakeknya Ra, ia berkata: Aku datang kepada

Nabi SAW, beliau pun bertanya: "Siapa namamu?" Aku jawab: "Hazin" Nabi berkata:

"Namamu Sahl" Hazn berkata: "Aku tidak akan merobah nama pemberian bapakku"

Ibnu Al‐Musayyib berkata: "Orang tersebut senantiasa bersikap keras terhadap kami

setelahnya". (HR. Bukhori) (At‐Thiflu Wa Ahkamuhu/Ahmad Al‐'Isawiy hal 65)

Oleh karena itu, pemberian nama yang baik untuk anak‐anak menjadi salah satu

kewajiban orang tua. Di antara nama‐nama yang baik yang layak diberikan adalah nama

nabi penghulu jaman yaitu Muhammad. Sebagaimana sabda beliau : Dari Jabir Ra dari

Nabi SAW beliau bersabda: "Namailah dengan namaku dan janganlah engkau

menggunakan kunyahku". (HR. Bukhori 2014 dan Muslim 2133)

Mencukur Rambut

Mencukur rambut adalah anjuran Nabi yang sangat baik untuk dilaksanakan ketika anak

yang baru lahir pada hari ketujuh.

Dalam hadits Samirah disebutkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda, "Setiap anak terikat

dengan aqiqahnya. Pada hari ketujuh disembelihkan hewan untuknya, diberi nama, dan

dicukur". (HR. at‐Tirmidzi).

Dalam kitab al‐Muwathth_` Imam Malik meriwayatkan bahwa Fatimah menimbang

berat rambut Hasan dan Husein lalu beliau menyedekahkan perak seberat rambut

tersebut.

Tidak ada ketentuan apakah harus digundul atau tidak. Tetapi yang jelas pencukuran

tersebut harus dilakukan dengan rata; tidak boleh hanya mencukur sebagian kepala dan

sebagian yang lain dibiarkan. Tentu saja semakin banyak rambut yang dicukur dan

ditimbang semakin ‐insya Allah‐ semakin besar pula sedekahnya.

Wallohu a'alm bishowab

Sabtu, 16 Januari 2010

Kritertia Memilih Pasangan Hidup Menurut Islam

A. Kriteria Memilih Calon Istri

Dalam memilih calon istri, Islam telah memberikan beberapa petunjuk di antaranya :

1. Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik karena wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu … .” (QS. Al Baqarah : 221)

“Maka wanita-wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara dirinya, oleh karena itu Allah memelihara mereka.” (QS. An Nisa’ : 34)

Sedang wanita shalihah bagi seorang laki-laki adalah sebaik-baik perhiasan dunia.

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)

2. Hendaklah calon istri itu penyayang dan banyak anak.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :

Dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ” … kawinilah perempuan penyayang dan banyak anak … .” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

Al Waduud berarti yang penyayang atau dapat juga berarti penuh kecintaan, dengan dia mempunyai banyak sifat kebaikan, sehingga membuat laki-laki berkeinginan untuk menikahinya.

Sedang Al Mar’atul Waluud adalah perempuan yang banyak melahirkan anak. Dalam memilih wanita yang banyak melahirkan anak ada dua hal yang perlu diketahui :

a. Kesehatan fisik dan penyakit-penyakit yang menghalangi dari kehamilan. Untuk mengetahui hal itu dapat meminta bantuan kepada para spesialis. Oleh karena itu seorang wanita yang mempunyai kesehatan yang baik dan fisik yang kuat biasanya mampu melahirkan banyak anak, disamping dapat memikul beban rumah tangga juga dapat menunaikan kewajiban mendidik anak serta menjalankan tugas sebagai istri secara sempurna.

b. Melihat keadaan ibunya dan saudara-saudara perempuan yang telah menikah sekiranya mereka itu termasuk wanita-wanita yang banyak melahirkan anak maka biasanya wanita itu pun akan seperti itu.

3. Hendaknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah nikah.

Dari Jabir, dia berkata, saya telah menikah maka kemudian saya mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan bersabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Apakah kamu sudah menikah ?” Jabir berkata, ya sudah. Bersabda Rasulullah : “Perawan atau janda?” Maka saya menjawab, janda. Rasulullah bersabda : “Maka mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu.”

4. Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan.

Untuk dapat mengetahui agama dan akhlak calon Istri , salah satunya mengamati kehidupan si calon Istri sehari-hari dengan cara bertanya kepada orang-orang dekatnya, misalnya tetangga, sahabat, atau saudara dekatnya. bisa juga dengan Ustad yang membinanya.











B. Kriteria Memilih Calon Suami

1. Islam.

Ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang Muslimah dalam memilih calon suami sebab dengan Islamlah satu-satunya jalan yang menjadikan kita selamat dunia dan akhirat kelak.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

“ … dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al Baqarah : 221)

2. Berilmu dan Baik Akhlaknya.

Masa depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka Islam memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Apabila kamu sekalian didatangi oleh seseorang yang Dien dan akhlaknya kamu ridhai maka kawinkanlah ia. Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya maka akan terjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan.” (HR. At Tirmidzi)

Islam memiliki pertimbangan dan ukuran tersendiri dengan meletakkannya pada dasar takwa dan akhlak serta tidak menjadikan kemiskinan sebagai celaan dan tidak menjadikan kekayaan sebagai pujian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (nikah) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur : 32)

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Jangan membenci seorang Mukmin (laki-laki) pada Mukminat (perempuan) jika ia tidak suka suatu kelakuannya pasti ada juga kelakuan lainnya yang ia sukai.” (HR. Muslim)

Sehubungan dengan memilih calon suami untuk anak perempuan berdasarkan ketakwaannya, Al Hasan bin Ali rahimahullah pernah berkata pada seorang laki-laki :

“Kawinkanlah puterimu dengan laki-laki yang bertakwa sebab jika laki-laki itu mencintainya maka dia akan memuliakannya, dan jika tidak menyukainya maka dia tidak akan mendzaliminya.”

Untuk dapat mengetahui agama dan akhlak calon suami, salah satunya mengamati kehidupan si calon suami sehari-hari dengan cara bertanya kepada orang-orang dekatnya, misalnya tetangga, sahabat, atau saudara dekatnya.

Do’a Untuk Memperbaiki Keturunan

Do’a Pertama



رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا



“ROBBANA HAB LANA MIN AZWAJINA WA DZURRIYATINA QURROTA A’YUN, WAJ’ALNA LILMUTTAQINA IMAMAA.” (Wahai Robb kami, karuniakanlah pada kami dan keturunan kami serta istri-istri kami penyejuk mata kami. Jadikanlah pula kami sebagai imam bagi orang-orang yang bertakwa) (QS. Al Furqon:74)



Do’a Kedua



رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي



“ROBBI AWZI’NI AN ASYKURO NI’MATAKALLATI AN ‘AMTA ‘ALAYYA. WA ‘ALA WAALIDAYYA WA AN A’MALA SHOLIHAN TARDHOH, WA ASHLIH LII FI DZURRIYATIY” (Wahai Robbku, ilhamkanlah padaku untuk bersyukur atas nikmatmu yang telah Engkau karuniakan padaku juga pada orang tuaku. Dan ilhamkanlah padaku untuk melakukan amal sholeh yang Engkau ridhoi dan perbaikilah keturunanku) (QS. Al Ahqof:15)

Tanggung Jawab Terhadap Anak

Diantara tugas sunnatulloh sebagai kholifah adalah meneruskan generasi berikutnya, tentunya amanah mulia ini menjadi cita cita bagi setiap insan yang bertaqwa. Diantara Kewajiban orang tua dalam membangun generasi mulia adalah sebagai berikut :

Pertama  : Sejak dini seseorang telah menjaga dirinyai agar menjadi Insan Mulia sesuai dengan yang di ajarkankan oleh Yang maha Pencipta, berkomitmen dalam mengimani, mengamalkan serta meandakwahkan Islam secara utuh.
Kedua   :  Memilih pasangan untuk calon Ibu bagi seorang pria dan Calon Bapak bagi wanita, adalah suatu kebolehan memilih dari Ketururan, Kekayaan, kecantikan dan Dinnya, Tentunya memilh din adalah lebih utama bila berharap kesempurnaan yang lain belum terpenuhi.
Ketiga   :  Melaksanakan Rumah tangga sejak khitbah hingga aqad serta walimah sesuai syariah
Keempat : Memulai tata keluarga sesuai dengan anjuran dan tuntunan Rasululloh
Kelima     : Mendidik dengan keteladanan pada keseharian bagi calon anak sejak dalam kandungan
Keenam   :  Melahirkan dan menyambutnya dengan adzan dan iqamah di lanjutkan dengan pemberian nama, menyemblihkan kambing saat aqiqah, serta menimbah rambut yang telah di cukur dengan menggantinya dengan sedekah.
Ketujuh  :  Mendidik dalam segala aspeknya  karena ia adalah suci " Sesungguhnya semua anak Adam yang di lahirkan dalam keadaan suci, seingga tergantung pada orang tuanya yang akan menjadikan Yahudi atau Nasrani."
Kedelapan : Menikahkan pada saat sudah memasuki dewasa

Semoga pada sesi berikutnya bisa kita bahas satu persatu dengan berbagai dalil dan refrensinya

Wallohu a'alam bishowab

Anak Sholeh Sebuah Harapan

Sebuah hadits yang sangat populer di tengah masyarakat kita di antaranya "Setiap anak adam yang meninggal akan terputus dengan segala yang ada di dunia ini kecuali tiga perkara yakni Amal jarizah yang di pergunakan di jalan Allah, Ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan orang Tuanya"Al-Hadits

Setiap orang tua pasti berharap di masa tuanya nanti dapat menyaksikan kesuksesan anaknya dalam berbagai hal, sukses dalam karier, bermanfaat bagi ummat. bukan yang sebaliknya di masa akhir hayatnya harus banyak berurusan dengan yang berwajib karena ulah anaknya.

Anak adalah sebuah amanah sekaligus fitnah